Saturday, November 6, 2010

Beautiful Memories. Monogatari DAI 2 KA.

Akhirnya dengan sebuah keajaiban perpustakaan aku dan Kie pacaran. Saat ini di dalam dadaku sedang meluap – luap kebahagiaan. Bel istirahat siang berbunyi, aku menatap ke bangku sebelah tempat Kie duduk. Aku masih gugup kalau bicara dengannya. Sambil memperlihatkan bekal makanan aku mulai bicara.

“Makan…”, bodohnya hanya itu yang bisa kukatakan. Padahal jika bisa aku ingin katakan “Ayo kita makan siang di sarang cinta kita.” Atau kata – kata lain yang lebih romantis.

“He eh.. di taman ya…”, Kie mengatakannya dengan senyum manisnya. Membuatku kalah telak.

Kami makan siang ditaman sekolah. Dekat lapangan baseball. Aku tidak pernah berani memulai pembicaraan. Jadi selalu Kie yang mulai berbicara.

“Aku baru tahu…”

“Apa?”

“Ternyata Ryosuke orangnya pemalu…”, dia tersenyum. Aku mulai salting.

“Eh… bukannya pemalu…”

“Kalau tahu gitu harusnya dari dulu aja aku langsung nembak… jadi aku nggak perlu mikir yang aneh – aneh deh…”

“Aneh – aneh?”

“Ya, aku mikirnya ryosuke bener – bener benci sama aku. Sampai – sampai liat mukaku aja nggak mau. Gara – gara itu aku sempet mikir harusnya aku nggak pindah kesini…”, aku benar – benar merasa bersalah.

“Maaf… aku… nggak tahu kenapa… nggak bisa ngomong sama orang yang aku…. Aku suka…”

“Hihi… nggak apa – apa kog. Justru Ryosuke yang kayak gitu aku suka banget.”

Wajahku kembali memerah. Lebih merah dari kepiting rebus. Mungkin ini namanya saat – saat bahagia sepasang kekasih. Saat sedang enak – enaknya berduaan, tiba – tiba keito datang dan segerombolan anak - anak lain dibelakangnya.

“Ryosuke, ini Yamada. Dia yang mau masuk ekskul musik kita…”

Dasar pengganggu masa – masa indah sepasang kekasih. Kupelototi Keito. Keito kaget, berpikir selama dua detik menatap Kie dan mengerti. “Gomen” katanya pelan. Saking pelannya sampai hanya aku yang bisa mendengarnya.

“Eh, ekskul musik? Emang di sekolah kita da ekskul musik?”, Tanya Kie padaku.

“Sebenernya belum, aku dan adik kelasku ini mau membentukknya. Tapi untuk membuat ekskul paling nggak dibutuhin 10 orang. Tapi kita cuman punya empat anggota. Ini kita masih cari satu orang lagi.”

“Wah keren, gimana kalo aku aja yang jadi anggotanya. Yah emang sih aku nggak gitu bisa main musik. Anggap aja jadi pelengkap buat bikin ekskul.”

“Beneran kamu mau?”

“He em… boleh?”

“Tentu aja… akhirnya aku bisa bentuk grup musik sendiri…”

Aku, keito dan gerombo;an anak dibelakangnya kegirangan. Kami segera membentuk surat permohonan pembentukan ekskul. Dan kami berlima menghadap wakasek Hyun Joong. Dengan mudahnya permintaan kami diterima. Aku benar – benar bahagia, dan kuharap kebahagiaanku bersama teman – teman dan Kie terus berlanjut.

***

Saat itu hari Minggu, aku dan kie merencanakan kencan pertama kami. Aku menjemputnya dengan motorku di depan rumahnya. Tak lama dia keluar. Kie terlihat sangat manis. Memakai celana tiga per empat dan sepatu kets. Kaos birunya ditutupin dengan blazer rajutan putih yang tebal. Memang cuaca kali ini cukup dingin. Kami berpandangan dan diam sejenak. Lagi – lagi dia memulai pembicaraan.

“enaknya kita kemana?”

“Ehm… gimana kalo laut?”

“Oke, laut musim dingin. Unik juga he he…”

Kami bersepeda motor ke laut. Di perjalanan kami hanya diam. Sampai lagi – lagi, dia memulai pembicaraan.

“Aku baru tahu kalau Ryosuke bisa naik motor.. biasanya di sekolah naek sepeda sih…”

“Yah, sekolah sama rumahkan deket. Jadi aku pikir nggak perlu naek motor.”

“He he… nanti ajarin aku naik motor yah…”

“Boleh..”

Kudengar dia tersenyum. Tak lama setelah itu dia mempererat pelukannya di belakangku. Kuharap dia tidak merasakan degupan jantungku yang seperti bom siap meledak ini. Kurasakan tubuh lembutnya di punggungku, membuatku makin bedebar - debar. Lima belas menit perjalanan, kami sampai di laut. Angin berhembus kencang.

“Wah kalau musim dingin laut sepi banget yah… Padahal kalau musim panas rame banget.”

“Yah, emang Cuma Ryosuke yang mau ke laut dingin – dingin kayak gini.”

Kami saling bertatapn dan tersenyum. Kie melangkahkan satu kakinya untuk lebih mendekat padaku. Dia mendekatkan kepalanya ke kepalaku. Apa ini? Apa dia ingin aku menciumnya? Jantungku berdegup kencang. Aku takut suara jantungku ini sampai terdengar di telinganya. Aku terdiam, membuat Kie menunggu cukup lama. Akhirnya Kie berhenti mentapku dan melihat ke arah laut. Dia terlihat kecewa.

“Ryosuke? Gimana perasaanmu ke aku?” dia mengucapkannya pelan.

“eh… aku… cin… cin…”

“Cin? Apa?”, Kie menatapku lagi antusias. Berharap. Jantungku semakin berdegup kencang. Dan aku mulai gugup lagi.

“Cin… Cin… Cinderella itu kasian banget yah… dia disiksa sama kakak – kakaknya…”

Kie terlihat syok. Kecewa. Lalu mengambil nafas panjang, dan kembali manatap laut. Aaargghh… kenapa sih aku tidak pernah bisa mengatakan sesuatu yang sangat penting. Aku bahkan tidak berani menciumnya.

Setelah itu kami hanya ngobrol di pantai. Sesekali kami memainkan pasir pantai untuk dibuat seperti istana. Tapi selalu gagal. Dua jam kami di pantai. Dan kami memutuskan untuk pulang. Pada saat kami jalan menuju motor tiba – tiba Kie menarik tanganku.

“Ryosuke.. cium aku…”

Aku diam, kaget, tidak bisa bergerak. Kie memintaku langsung untuk menciumnya. Sekarang jantungku sudah benar – benar ingin pecah. Cukup lama aku diam, tidak berani bergerak. Aku hanya menatapnya. Apa dia benar – benar ingin aku menciumnya? Hatiku belum siap. Mencium cewek yang benar – benar aku sukai, entah apa yang akan kulakukan selanjutnya.

“ Sudahlah…”, Kie melepaskan tangannya padaku.

Terlihat sangat kecewa. Berjalan di depanku. Aku benar – benar merasa bersalah. Aku ingin memelukknya, tapi aku tidak punya cukup keberanian untuk itu. Sesampainya di motorku, dia membalik punggungnya dan kembali tersenyum. Senyuman yang sangat manis.

“Ajari aku naik motor..”

“Oke…”

Dia duduk di depan sedang aku di belakang. Aku menstaterkan motorku..

“Yang sebelah kanan itu buat gas… coba putar pelan – pelan…”

Kie memutar gasnya pelan. Dan motorpun berjalan pelan. Sepuluh meter pertama dia menyetir dengan lancar. Kie terlihat sangat senang, dan akupun lega dia tidak sedih lagi. Aku berjanji pasti akan kukatakan “ Aku Cinta kamu” dan menciumnya. Tapi aku harus latihan dulu. Membayangkannya saja membuatku berdebar - debar membuatku semakin mempererat pelukanku padanya.

Kami berjalan pelan dan di pinggir. Di depan kami ada tikungan. Kukatakan padanya untuk pelan – pelan membelokkan stirnya. Dengan pelan dan hati – hati Kie membelokkan stirnya. Tapi tanpa kami sadari di sisi jalan yang lain ada truk yang sedang melaju cepat. Kie sangat kaget karena truk itu, sehingga keseimbangannya oleng. Motor ini tiba – tiba berbelok ketengah. Dan kejadian itu terjadi sangat cepat. Truk itu menabrak motor kami. Aku terjatuh ke samping motor dan Kie terpental ke depan truk dan jatuh mengenai pinggiran jalan.

Kesadaranku masih ada, truk yang menabrak kami berhenti sebentar. Supirnya melihat ke arah Kie dan tiba – tiba dia melajukan kembali truknya. Aku langsung merangkak menuju Kie. Disitu kulihat darah di mana- mana. Darah keluar dari setiap luka di tubuhnya. Aku terdiam. Tidak bisa bergerak. Kurasakan otakku kelu melihatnya. Kupanggil dia berkali – kali, tapi dia tidak menjawab.kusentuh kepalanya yang tertutup rambut, dan kulihat tanganku basah dengan cairan kental merah. Kepalanya luka. Darah terus keluar. Tanganku gemetar. Seluruh tubuhku mengejang. Aku melihat kanan dan kiri tapi tidak ada siapa – siapa. Aku mencari tasku.. tanpa mempedulikan bunyi “krak” dikakiku aku beruasaha secepat mungkin merogoh tasku dan mengambil handphone. Kutelpon nomor pertama yang bisa ku telpon. Di sebrang sana Keito menjawab.

“Halo… ada apa Ryosuke, kau sedang kencankan hari ini?”

“Kie… Kie… ku… kumohon… selamatkan… kembalikan dia…ku… kumohon…”, rintihku gemetaran hampir tak terdengar.

"Ryosuke… Ryosuke ada apa…. apa yang terjadi?”

***

Sudah satu bulan sejak kejadian itu. Kie tidak bisa di selamatkan. Dia kehilangan banyak darah sehingga meninggal di ambulans saat perjalanan kami menuju rumah sakit. Tapi aku tahu itu bohong. Aku sama sekali tidak percaya akan hal itu. Aku tahu dia masih ada di sampingku. Mungkin dia marah karena aku tidak bisamengucapkan “Aku cinta kamu” atau dia ngambek karena aku hanya diam waktu dia minta aku menciumnya.

Aku tahu sekarang dia sedang bersembunyi menungguku untuk menyerah. Dan dia akan tersenyum manis lagi sambil berkata “Tuh kan… nggak bisa kalo nggak ada aku. Makanya cium donk…” Dan pasti aku akan langsung menciumnya atau apapun yang dia inginkan.

Karena itu Kie, kumohon… aku sudah menyerah… aku benar – benar tidak bisa tanpamu. Kembalilah dan tersenyum lagi padaku.

Aku terus menunggunya. Setiap hari di kelas aku terus melihat ke arah sampingku. Di meja yang kosong itu di letakkan vas bunga dan bunga krisan. Aku selalu kesal kalau anak – anak melakukan hal itu. Aku selalu mengambil vas itu dan membuangnya. Apa mereka tidak sadar, kalau Kie datang dan melihat itu semua dia akan kecewa. Aku benar – benar tidak ingin melihatnya kecewa untuk kesekian kalinya.

Anak – anak di kelas sangat keras kepala. Mereka benar – benar berfikir kalau Kie sudah mati, bahkan Keito yang mengerti akupun memaksaku untuk menerima. Menerima apa? Kie tidak pergi? Dia akan kembali…

Aku kesal pada anak – anak dan memutuskan untuk tidak mau sekolah. Biar kutunggu saja Kie di rumah. Dia pasti akan datang kerumah dan tersenyum manis seperti biasa lagi.

Sesekali Keito, dan anak - anak klub musik datang ke rumah. Mereka terus mengatakan tentang grup musik atau apalah itu. aku tidak peduli. Saat ini aku hanya ingin menunggu Kie dan aku akan terus menunggunya.

Tak lama setelah itu, aku benar – benar bosan dirumah. Mungkin Kie lupa alamat rumahku. Jadi aku memutuskan untuk datang kerumahnya. Sesampai dirumahnya, di depan rumah itu ada seorang ibu yang sedang menyiram tanaman. Dia menatapku…

“Kau... jangan – jangan kamu Ryosuke ya..?”

Lalu dia mengajakku masuk. Dia pergi sebentar dan kembali dengan membawa sebuah buku di tangannya.

“Ini, waktu tante bersih – bersih kamar Kie, tante menemukan ini di bawah tempat tidurnya. Tante rasa lebih baik kamu yang membawanya. Kamu Ryosuke pacarnya Kie, kan? Tante mohon maaf atas segala kesalahan Kie… tolong ikhlaskan dia.. biar anak tante bisa tenang di atas sana…”

Lagi – lagi orang ini mengatakan hal tidak jelas. Sudah kubilang Kie belum mati. Aku memutuskan untuk pergi dari rumahnya. Dan berlari menuju menuju sekolah. Saat itu sekolah sudah kosong, berarti ini hari Minggu atau entah hari libur apa ini. Hari - hariku sebulan ini terasa begitu sama tanpa Kie. Tapi aku berhasil memasuki sekolah itu, aku memanjat pagar dan merusak engsel pintu dengan batu yang kutemukan dibawah pohon tempat dimana aku dan Kie selalu makan siang bersama. Aku merasa mual melihat pohon itu. Aku naik ke lantai paling atas dan menuju perpustakaan. Kuingat kembali saat dia menyatakan perasaannya sambil menangis. Tiba – tiba air mataku jatuh.

“Kie… Kie… dimana kamu… Kie.. Kumohon.. KIE JANGAN SEMBUNYI…”

Aku mencarinya di setiap sudut perpustakaan. Aku takut. Pusing. Otakku tarasa ditekan. Aku tidak mau menerima apa yang terjadi. Aku tidak mau kehilangan Kie. Sungguh aku tahu ini tidak nyata, ini hanya mimpi. Mungkin aku harus mencubit pipiku untuk menyadarkanku dari mimpi. Tapi itu tidak cukup sakit, rasa sakit di sekujur di dada dan otakku ini terasa begitu nyata. Aku harus menemukan sesuatu yang lebih sakit dari sekedar cubitan di pipi.

Aku terhenti saat aku menemukan jendela di pojok ruangan. Apakah jika aku lompat dari lantai lima ini aku akan menemukannya. Mungkin aku bisa tersadar dan bangun dengan itu, atau mungkin aku bisa menyusulnya jika ini benar - benar terjadi. Perlahan kulangkahkan kakiku. Kurasakan kakiku gemetaran, tapi aku terus melangkah. Yang kuinginkan hanyalah bertemu dengan Kie. Sampai di depan jendela, aku membuka jendela itu. aku mulai menaikkan kaki kananku ke jendela itu dengan perlahan. Kurasakan debaran jantungku yang semakin cepat, kurasakan pula perasaan lega saat dimana aku akan mengakhiri penderitaan ini dan bertemu dengan Kie. Tetapi tiba – tiba angin berhembus sangat kencang… aku terdorong jatuh di lantai. Buku yang kepegang tadi juga terjatuh dan terbuka. Disitu ada selembar fotoku.

Aku menatap buku itu, kulihat fotoku yang difoto bersama anak – anak awal kelas tiga. Hari pertama Kie masuk. Foto itu sengaja dipotong hanya bagianku saja yang diletakkan di sela - sela bukunya. Aku membaca tulisan tangan Kie di buku itu.

Hari pertama masuk, deg degan banget... tapi ada yang menarik perhatianku. Dia duduk disebelahku. Senyumannya manis banget..
Aku membalik lembar berikutnya…

Kenapa sih dia jutek banget. Padahal kalo sama yang lain dia bisa senyum manis banget... kalo sama aku…

Aku membalik lagi berkali – kali…

Hari ini indah banget... aku beraniin diri bilang suka ke Ryosuke. tahu – tahu aku langsung dipeluk. Saking senengnya aku sampe nangis dipelukannya... malu banget...tapi seneng... apa lagi pertama kalinya dia senyum sama aku. Manis banget. Aku selalu pingin lihat senyumannya untukku itu..

Air mataku menetes... kuingat lagi saat itu… Aku masih ingat setiap sudut perpustakaan ini saat memelukknya.. Aku bahkan masih merasakan hangatnya pelukan Kie saat itu.. aku membalikkan lembarannya…

Aku nggak tahu gimana perasaan Ryosuke yang sebenarnya ke aku. Dia nggak pernah bilnga suka atau cinta.. emang sih kita kayak pacaran.. tapi nggak apa – apa deh.. asal dia senyum terus ke aku.. senyumannya yang bagai malaikat...
Aku cinta kamu… aku cinta banget sama kamu… aku cinta kamu lebih dari apapun di dunia ini… kumohon… kembalilah… aku menangis.. terus menangis.. aku semakin membulatkan tekadku untuk menyusulnya… untuk mengatakan perasaanku padanya… dan hal yang sama terjadi lagi, saat aku akan menuju jendela itu angin berhembus lagi… kali ini terasa lebih kuat dan hangat, entah angin hangat apa di bulan November ini.. karena angin itu lembaran itupun terbuka dengan sendirinya... beberapa kali lembaran itu berbalik, seakan - akan memilih satu lembar khusus... saat lembaran itu berhenti, tepat saat angin itu menipis.. aku membaca lembaran buku yang terbuka itu…

Aku paling suka senyumanmu Ryosuke. Kamu emang nggak pernah bilang cinta sama aku. Tapi aku percaya sama kamu. Aku percaya sama perasaanmu saat ini. aku percaya bahwa perasaanmu dan perasaanku saat ini nyata. Aku percaya bahwa hubungan indah kita ini nyata. Besok kencan pertama kita. Aku harap kamu bisa bilang “Aku Cinta Kamu” ke aku. Juga ngasih ciuman pertama buat aku.. tapi kalo kamu masih malu nggak apa – apa kog... asal kamu terus senyum, aku mau nunggu kamu seberapa lamapun.. asal kamu terus senyum sama tertawa.. aku rela mati.. aku rela mati demi senyuman dan kebahagiaanmu.. Sungguh... makanya aku pingin liat senyummu terus... tawamu terus.. kebahagiaanmua.. yah walo terlalu dini buat mikirin masa depan. Walopun suatu saat Ryosuke nggak sama aku, dan memilih gadis lain. tapi asal kamu terus tersenyum aku senang.. tersenyumlah.. ayo kita bahagia bersama..

Aku tidak bisa membendung air mataku. Aku tahu apa maksud semua ini. Aku tahu apa yang kamu inginin Kie. Air mataku terus membanjiri pipi dan mulai membasahi pakaianku. Mataku terasa ngilu karena terlalu banyak menangis, tapi air mata ini tidak bisa berhenti. Dadaku sesak menahan isak. Otakku terasa kelu merasakan kesedihan ini.

“Kenapa… kenapa kamu pergi begitu cepat… setidaknya, beri aku waktu untuk katakan `Aku Cinta Kamu` `Aku Sayang Kamu` `Aku menginkanmu Disisiku`… atau kasih aku waktu buat cium kamu.. atau apapun yang kamu inginin.. Kie.. Kie.. Kie... kenapa.. kenapa…”

Aku tidak bisa melanjutkan kata – kataku. Tenggorokanku tersendat karena isak tangisku. Aku tahu Kie kamu ingin aku tertawa. Aku janji setelah ini aku akan tertawa dan terus tertawa seperti yang kamu pinta. Tapi kali ini saja. Biarkan aku menangis. Kali ini aja. Aku benar – benar ingin menangis… kali ini saja…

***

No comments:

Post a Comment