Bodhi menatap biru. Laut
yang menganga.
“Aku menebarkan abumu
di lautan tiga tahun lalu. Kamu seharusnya sudah mati Kell.”
Kell yang sejak tadi duduk
disampingnya tertawa. “Kita memiliki pemahaman yang berbeda tentang kematian
Bodhi. Aku memang mati, tetapi tidak.”
“Bisa jelaskan dengan lebih manusiawi Kell?”
Kell tertawa lagi. “Ini
tentang dimensi, Bodhi. Dan kamu seharusnya nggak disini, tugasmu belum
selesai.”
“Kata-katamu semakin
terbang, Kell. Aku sama sekali nggak ngerti.”
“Ada pengetahuan yang
tidak akan dipahami meski sudah dijelaskan. Pengetahuan akan datang sendiri
saat waktu sudah memilih.”
Bodhi diam, dia tahu
tidak akan bisa memaksa Kell menjawab pertanyaannya. Dia memilih untuk menikmati
biru dan waktu bersama sahabatnya.
“Aku tidak habis pikir,
kenapa manusia bisa sangat takut untuk pergi dari sana. Mereka lebih memilih
mati-matian untuk hidup, padahal hidup mereka seperti mati. And that’s your job Bodhi, to make them
alive. Hidup yang sebenarnya.”
Bodhi ingin menimpali
saat melihat kilasan senyum Kell. Tiba-tiba ada yang mengetuk angkasa, biru
menjadi buram. Dalam satu kedipan, yang
terlihat adalah jam weker, kamar kos yang tidak asing. Mimpi.
Kembali dalam realita,
Bodhi terdiam. Sedangkan di realita yang berbeda Kell duduk menatap laut. Dalam
lingkaran waktu yang sama kedua sahabat itu tersenyum.
Terima
kasih telah mengunjungiku.
No comments:
Post a Comment